Thursday, January 15, 2009

HARMONI

Ingin nyaman, tenang, damai … dan tak terganggu

Ingin senang, bahagia, ceria … dan tak berubah

… lumrah, wajar, rasional. Dan siapa yang tak mau ?!


 

Yang –terkadang- menjadi fitnah dengan semua keinginan ini, adalah 'benturan' ataupun sekedar berhadap-hadapan dengan hasrat, cita-cita, harapan orang lain. Siapa yang tidak ingin … tapi semua orang-kah ingin berbahagia dan orang lain besertanya ?

Secara asasi mungkin, namun 'garis-bawah' pada makna keinginan semua orang tadi adalah realita bukan sekedar abstaksi sebuah khayalan. Ironisnya, jika berhenti sejenak-pun pada tingkatan ilusi ini… nilai-nilai 'kebersamaan' tadi tetap pertanyaan besar !


 

Lihat sekeliling … 'dalam' dan 'luar' diri, … makhluk Tuhan !

Itulah neraca, timbangan, patokan, batasan dan klimaks dari sebuah keharmonian.


 

Agama-ku tak melarang menjadi kaya, bahkan menurut 'kalkulasiku' kekayaan adalah keharusan setiap muslim ! mungkin mulai berpaling ke makna abstrak ketika ucapan ini dicerna, …. Singkatnya kaya rohani. Sebuah ultimatum yang tepat sekali ! tapi harta topik di sini, dan ya… semua harta; uang, kenderaan, ladang, ternak, pasangan dan keturunan !


 

Cukuplah dengan mencedok segenggam air di samudera…

Zakat, zakat fitri, sedekah, haji. Apa yang mau di zakatkan jika kepemilikan harta yang cukup kriteria bukan pada kita, apa yang mau disedekahkan jika tidak ada yang bisa dikeluarkan. Dan haji adalah untuk orang yang mampu…

Memang ! kaya dan tidak, bukanlah status tidak hina dan iya, tercela dan tidaknya … ia adalah bentuk perjuangan.

Makanya penggambaran jihad menggunakan fasilitas-fasilitas yang dimiliki oleh kedua belah pihak. Dengan dirimu/fisikmu, dan dengan hartamu.

Berhentikah ?

Sebab ada yang tidak memiliki sama sekali !

Maka alangkah indahnya ketika agama ini meletakkan kekayaan rohani sebagai yang utama dalam bertujuan. Sehingga-kan menyingkirkan duri dari jalan, memberikan minum seekor anjing bahkan sebuah senyuman adalah saksi kunci pembuka pintu surga!

Kurang indah apa coba ?!


 

Oleh itu diri kita yang terdiri dari rambut ke kaki adalah seumpama ummat satu dengan lainnya. Telapak kaki tercucuk duri mulut berteriak, tangan terpaut sana sini menopang badan, kacau keadaan, balau keseimbangan, menebar rasa sakit di sukma, jiwa dan raga… itu baru duri… gimana kalau bom ?!


 

Herannya… sudah hampir2 dominan yang tidak lagi punya rasa sakit. Memperparah… penghulu-penghulu kita adalah abu simbel berkepala anjing yang bukan golongan anjing haus di atas, sebab yang dibawanya hanya penyakit rabies.


 

Bagaimana merasakan penderitaan orang jika wajah sendiri kena tampar tetap menyunggingkan senyum.

Diri sendiri tidak dikenali

.. ntah-ntah keinginan mengenali-pun nihil

Apa lagi yang tersisa ?!


 

Semoga keharmonian bukanlah suatu kemustahilan.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home